Reportase Sulut - Aksi mogok mengajar selama 2 hari yang dilakukan 9
guru honor SDN Inpres 10/73 Bitung, menuntut gaji selama 5 bulan belum juga dibayar
oleh Kepala Sekolah, Selasa kemarin 06/10/2015, akhirnya dilaporkan ke Angota
DPRD Kota Bitung, Kamis (08/10).
Dengan sumpah yang telah dibacakan diatas, Alexander
Wenas tetap dalam pendiriannya selaku pimpinan sidang dengan rapat tertulis
dalam kertas undangan. Namun, pendirian Wenas membuat Franky Julianto keluar
dari rapat dan akhirnya membuat suasana menjadi tegang dengan adu mulut antara
Wenas dan orang tua murid. Maka guru honor dan orang tua beranggapan, bahwa
Wenas telah membela Kepala Sekolah.
Adu mulut diruang rapat tidak bisa diredam sama sekali, sehingga rapat dengar pendapat diskor oleh wenas tanpa waktu ditentukan, kemudian ia beranjak dari tempat dan langsung meninggalkan ruang rapat tanpa alasan sampai waktu kerja telah selesai, ia tidak juga kunjung kembali keruangan rapat untuk mencabut skor.
Rapat dengar pendapat yang digelar oleh Komisi A untuk mencari solusi permasalahan gaji guru honor dan kekerasan terhadap murid SDN Inpres 10/73 Kota Bitung belum ada solusi, sangat disesalkan, dihadapan masyarakat, pimpinan sidang menunjukkan sikap arogan, sehinga nama lembaga terhormat menjadi tercoreng didepan guru honor, orang tua murid dan bahkan seluruh kalangan masyarakat Kota Bitung.
Dengan menindaklanjuti pengaduan nasib para guru
honor dan kekerasan terhadap murid, Rabu 07/10/2015, Anggota DPRD Kota Bitung,
dalam hal ini Komisi A mengambil langkah dengan menindaklanjuti menggelar Rapat
Dengar Pendapat (RDP) di Ruang Rapat Lantai II Gedung C.
Rapat Dengar Pendapat yang dipimpin oleh Alexander V
Wenas dari Partai Nasdem didampingi Franky Julianto dari Partai Demokrat, dihadiri
oleh Kepala Sekolah SDN Inpres 10/73 Kota Bitung, Dinas Pendidikan dan
Kebudayan Kota Bitung, Dinas Perlindungan Anak dan Orang Tua Murid, terjadi
kericuhan. “Yang mana, kedua pimpinan rapat saling adu mulut, karena tidak
saling memberikan kesempatan untuk berbicara.
Dengan pendapat berbeda, Franky Julianto bukannya
ingin menentang aturan, namun disini kita telah disumpah bahwa dalam menjalankan
kewajiban bekerja dengan sungguh – sunguh demi tegakkan kehidupan demokrasi serta
mengutamakan kepentingan bangsa dan negara untuk tujuan nasional demi mewujudkan
kesatuan bangsa Republik Indonesia. Ini bukan kepentingan pribadi saya dan juga
bukan kepentingan Pilwako, tetapi ini pengaduan para guru serta orang tua
murid.
Maka dari itu, berikan hak kepada mereka untuk
menyampaikan pengaduan, kemudian solusi apa yang harus dicari, agar permasalahannya
cepat terselesaikan, bukannya untuk membela.“Apalagi pimpinan sidang merupakan
Wakil Badan Kehormatan, seharusnya memahami pengaduan masyarakat”.
Adu mulut diruang rapat tidak bisa diredam sama sekali, sehingga rapat dengar pendapat diskor oleh wenas tanpa waktu ditentukan, kemudian ia beranjak dari tempat dan langsung meninggalkan ruang rapat tanpa alasan sampai waktu kerja telah selesai, ia tidak juga kunjung kembali keruangan rapat untuk mencabut skor.
Rapat dengar pendapat yang digelar oleh Komisi A untuk mencari solusi permasalahan gaji guru honor dan kekerasan terhadap murid SDN Inpres 10/73 Kota Bitung belum ada solusi, sangat disesalkan, dihadapan masyarakat, pimpinan sidang menunjukkan sikap arogan, sehinga nama lembaga terhormat menjadi tercoreng didepan guru honor, orang tua murid dan bahkan seluruh kalangan masyarakat Kota Bitung.