Reportase Sulut.com - Segala hal terkait
dengan aktivitas pemilu harus berlandaskan pada prinsip transparansi, baik KPU
maupun Pengawas Pemilu. Transparansi ini terkait dengan dua hal, KPU harus meyakinkan
kepada public dan peserta pemilu bahwa mereka adalah lembaga independen dalam
pelaksanaan pemilu yang adil dan tidak berpihak, Senin (28/12).
Sebagai pengawas pemilu, harus mampu menempatkan diri pada posisi yang netral dan tidak memihak pada salah satu peserta pemilu. Namun yang terjadi dalam Pilkada Kota Bitung saat ini sangat berbeda. Dimana, KPU sebagai penyelenggara pemilu, melakukan beberapa tindakan diluar mekanisme. Contoh diluar mekanis, beberapa minggu terakhir ini, KPU menggugurkan salah satu kandidat Walikota dan Wakil Walikota Bitung, Ridwan Lahiya – Max Purukan, dengan alasan terlambat memasukkan LPPDK.
Sebagai pengawas pemilu, harus mampu menempatkan diri pada posisi yang netral dan tidak memihak pada salah satu peserta pemilu. Namun yang terjadi dalam Pilkada Kota Bitung saat ini sangat berbeda. Dimana, KPU sebagai penyelenggara pemilu, melakukan beberapa tindakan diluar mekanisme. Contoh diluar mekanis, beberapa minggu terakhir ini, KPU menggugurkan salah satu kandidat Walikota dan Wakil Walikota Bitung, Ridwan Lahiya – Max Purukan, dengan alasan terlambat memasukkan LPPDK.
Selanjutnya, dengan
pengakuan salah satu Komisioner, Selvie Rumampuk, dalam pengakuan kepada salah
satu wartawan mengatakan, bahwa puluhan ribu kertas suara yang dipakai pada
Rabu 9 Desember 2015 kemarin, kertas suara yang tercantum paslon nomor 7,
Ridwan Lahiya – Max Purukan telah digunting, ditutup dan bahkan diberikan tanda
silang.
Kejadian seperti
inilah, hingga menimbulkan pembicaraan dikalangan masyarakat dan bahkan pengamat – pengamat politik di Kota
Bitung. Mereka meminta, Panwaslu Kota Bitung segera menindaklanjuti pengkuan
dari salah satu Komisioner KPU tentang puluhan kertas suara tersebut.
Sudah saatnya Panwaslu menunjukkan
sikap profesionalisme dan integritas sebagai lembaga memiliki aturan yang
berlaku. KPU bukanlah malaikat, KPU ada salah dan hilaf dalam menerapkan aturan
yang ada, kini saatnya Panwaslu mengoreksinya.
Integritas Pilkada
Bitung saat ini berada ditangan Panwas dan ini merupakan ujian bagi Panwas
dalam melaksanakan tupoksinya. Secara teknis sudah jelas, bahwa kertas suara
yang sudah rusak karena ada gambar, foto dan nomor urut dari pasangan calon yang
sudah dibatalkan oleh KPU pada tanggal 7 Desember 2015.
Oleh karena itu ,
kertas suara yang dipakai dalam pencoblosan tanggal 9 Desember 2015 sudah rusak.
Sedangkan kertas suara kotor saja dianggap rusak, apalagi ada foto bukan paslon
Pilkada, Otomatis kertas suara yang dipakai rusak. Dalam
Pasal 96 ayat 2 Undang - Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pilkada dijelaskan, bahwa
dalam surat suara terdapat tulisan atau catatan lain, apalagi ada foto nama
dari orang yang tidak lagi sebagai peserta Pilkada, berarti dinyatakan rusak.