Reportase Sulut.com - Sidang
musyawarah penyelesaian sengketa pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Bitung
Tahun 2015 kemarin yang digelar di Kantor Panwas Kota, terkait pembatalan
pasangan calon nomor ururt 7, Ridwan Lahiya dan Maxilian Purukan yang dilakukan
oleh pihak KPUD Kota Bitung, dengan alasan terlambat memasukkan Surat LPPDK,
Rabu (06/01).
Pembacaan
Surat Keputusan yang dibacakan oleh Majelis Pimpinan Muyawarah, Deiby A Londok
pada Jumat 25/12/2015, Pukul 02.00 Wita, mengambil kesimpulan menolak semua
gugatan Ridwan Lahiya – Maxillian Purukan dengan beberapa pertimbangan sesuai
SK KPU Kota Bitung No 51/Kpts/KPU-Kota Bitung 023.436291/Pilwako/2015.
Terkait
penolakkan seluruh gugatan, Kuasa Hukum RL - MP, Erick M Mingkid SH mengatakan
kepada wartawan, bahwa Panitia Pengawas Pemilu (Panwas) Tingkat Kota, yang
merupakan majelis dalam penyelesaian sengketa lebih berprofesional dalam
menangani setiap pelanggaran yang dilakukan oleh penyelenggar pemilu.
Kenapa
paslon nomor 7 mengajukkan gugatan ke Panwas Kota Bitung, karena merasa telah
dirugikan oleh pihak penyelenggara (KPU). Maka dari itu, kami beranggapan bahwa
proses hukum telah dilecehkan dan kami menganggap pula bahwa KPU selaku
penyelenggara pemilu adalah abal – abal. Jangan lupa, bahwa majelis
penyelesaian sengketa bagian dari hakim adhock untuk menyelesaikan sengketa
Pilkada apabila gugatan itu muncul, ucap Mingkid.
Sedangkan
Ridwan Lahiya saat menghubungi via telepon kepada Reportase Sulut.com
mengataka, semenjak proses gugatan kami semuanya di tolak oleh Panwas Kota,
kami langsung ajukkan banding ke PT TUN Makassar dan berkas kami sudah kami
masukkan pada tanggal 28/12/2015, tetapi dari pihak PT TUN yang menerima berkas
kami menjelaskan, masih ada berkas yang harus diperbaiki dan berkas itu yaitu,
Surat Keputusan Penolakkan dari Panwas Kota harus dimasukkan.
Lanjut
lagi, begitu kami mendapat penjelasan dari PT TUN Makassar tentang SK
penolakkan tersebut, sejak itu saya langsung menghubungi salah satu LO kami bernama
Kifli Tinangon menghadap ke Komisioner Panwas Kota untuk meminta SK Penolakkan.
Kami sangat menyesal, sampai detik ini, SK Penolakkan belum diberikan sama
sekali.
Padahal dalam Undang - Undang
Nomor 1 Tahun 2015, Pasal 180 menjelaskan, 1. Setiap orang yang dengan
sengaja secara melawan hukum menghilangkan hak seseorang menjadi Calon
Gubernur,Calon Bupati, dan Calon Walikota, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (Tujuh Puluh Dua)
bulan dan denda paling sedikit Rp 36.000.000,00 (Tiga Puluh Enam Juta Rupiah)
dan paling banyak Rp72.000.000,00 (Tujuh Puluh Dua Juta Rupiah).
2. Setiap orang yang
karena jabatannya dengan sengaja secara melawan hukum menghilangkan hak
seseorang menjadi Gubernur, Bupati, dan Walikota, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 48 (Empat Puluh Delapan) bulan dan paling lama 96 (Sembilan
Puluh Enam) bulan dan denda paling sedikit Rp 48.000.000,00 (Empat Puluh Delapan
Juta Rupiah) dan paling banyak Rp 96.000.000,00 (Sembilan Puluh Enam Juta Rupiah),
jelas Lahiya.
Kami merasa ada yang ganjal di Pihak Panwas Kota
sampai tidak memeberikan SK Penolakkan, padahal kami telah berupaya dan
berusaha untuk mencari keadilan di PT TUN Makassar, kini harus tertahan
ditengah jalan. Maka dari itu, kami akan mengajukan permohonan praperadilan dengan Panwas
Kota ke Pengadilan Negeri Bitung terkait SK Penolakkan yang tidak diberikan, pungkas Lahiya.