HENRY : Lestarikan Alam Jangan Celoteh Belaka ! -->

Iklan Semua Halaman

HENRY : Lestarikan Alam Jangan Celoteh Belaka !

Jumat, 22 April 2016
LESTARIKAN ALAM JANGAN CELOTEH BELAKA!!!
(Refleksi Peringatan Hari Bumi Internasional 2016)

Oleh : HENRY ROY SOMBA,ST
(Pengamat Tata Kota & Lingkungan)

Motivasi Lahirnya Hari Bumi

22 April setiap tahun di peringati sebagai Hari Bumi Internasional. Hari Bumi adalah hari pengamatan tentang bumi yang dicanangkan setiap tahun pada tanggal 22 April dan diperingati secara internasional. Hari Bumi diperingati untuk meningkatkan kesadaran penduduk dunia terhadap satu-satunya planet yang ditinggali oleh manusia yaitu Bumi. Kita sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang dipercaya untuk mengelola bumi, agar selalu menjaga keseimbangan bumi, tidak merusak demi tatanan kehidupan seluruh makhluk yang ada di bumi ini. Hari Bumi dicanangkan oleh Senator Amerika Serikat Gaylord Nelson pada tahun 1970. Gaylord Nelson adalah seorang pengajar lingkungan hidup. Tanggal ini bertepatan dengan musim semi di Northern Hemisphere (belahan Bumi utara) dan musim gugur di belahan Bumi selatan. Namun berbeda dengan PBB dalam memperingati Hari Bumi, PBB sendiri merayakan hari Bumi pada 20 Maret, sebuah tradisi yang dicanangkan aktivis perdamaian John McConnell pada tahun 1969, adalah hari di mana matahari tepat di atas khatulistiwa yang sering disebut Ekuinoks Maret. Bagi anda yang belum tau, Bumi, meski diperkirakan sudah berusia 4,5 miliar tahun, namun Hari bumi sendiri baru diperingati sejak 46 tahun yang lalu. Saya pribadi kagum dengan ketekunan dan kreativitas alam. planet kita dengan teriknya panas dan pahitnya dingin, puncak bergerigi dan berparit mungkin tidak selalu baik untuk penduduknya. Namun entah bagaimana flora dan fauna Bumi berhasil berkembang. Di hari seperti ini, kita ingat dan merayakan rumah kita di ekosistem yang besar dan menakjubkan ini. Bagi saya, persoalan hari peringatan tidaklah penting, yang lebih penting dan substansial bahkan urgen yakni kita semua menyadari bahwa manusia memiliki tanggungjawab paling besar untuk memelihara bumi yang dianugrahkan Tuhan bagi kita untuk tinggal dan melangsungkan kehidupan. 

Sebuah Realita Bumi Kita

Dampak pemanasan global (global warming) sudah di depan mata dan bahkan sudah memberikan dampak-dampak yang begitu terasa bagi kita manusia. Bukan sekadar celoteh ataupun mengulang-ulang slogan kampanye para pegiat lingkungan dunia. Namun begitu, peringatan dini itu belum mampu menggerakkan penghuni planet bumi ini mengambil terobosan radikal mengantisipasi laju kerusakan lapisan ozon itu. Entah sampai kapan kita benar-benar menyadari dan mulai melakukan tindakan-tindakan pencegahan yang nyata namun yang jelas kondisi buruk ini sudah mulai mengancam kehidupan penguhuni bumi dari waktu ke waktu. 
Menurut data Kementrian Lingkungan Hidup, Kontribusi pemanasan global di Indonesia lima persen dari total pemanasan global sedunia. Kerusakan hutan Indonesia masih 40 persen dari total hutan yang ada. Jadi masih ada 60 persen hutan yang masih bagus. Negara yang paling besar kontribusinya kerhadap pemanasan global yakni Amerika Serikat. Tingkat kontribusinya 27-30 persen. Kontribusi pemanasan global Indonesia berasal dari efek rumah kaca dan emisi sampah. Indonesia menyumbangkan andil pemanasan global cukup besar karena lingkungan yang rusak. Pembukaan lahan secara radikal, penggundulan hutan dan pembakaran lahan, menjadi penyumbang dampak pemanasan global yang tinggi. Tidak hanya Kalimantan dan Papua saja yang mengalami kerusakan hutan, wilayah Sumatera juga mengalami hal yang sama parahnya. 

Dari hasil penelitian ternyata bumi telah mengalami peningkatan suhu hingga 0,18 derajat celcius dalam 100 tahun  terakhir. Peningkatan suhu bumi mulai terjadi sejak awal abad ke 20 yang disebabkan karena meningkatnya zat gas rumah kaca sebagai akibat dari aktivitas manusia. Peningkatan suhu permukaan bumi dapat menyebabkan naiknya permukaan air laut, perubahan cuaca yang ekstrim, terjadi perubahan jumlah dan pola presipitasi. Dampak pemanasan global yang sangat nampak adalah hasil pertanian yang kurang bagus, gletser di kutub menghilang serta beberapa jenis hewan mengalami kepunahan. Pemanasan global sudah mulai menjadi masalah serius dunia sehingga negara – negara di dunia mulai mengatur penggunaan emisi gas – gas rumah kaca. Hal ini dibuktikan dengan ditandatanganinya protokol kyoto untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Penyebab pemanasan global cukup banyak dan kompleks dan bisa jadi akan bertambah seiring dengan perkembangan aktivitas dan kebutuhan manusia. beberapa aktivitas yang penting untuk dilakukan sehari – hari tanpa sadar  juga dapat menjadi penyebab  pemanasan global mulai dari aktivitas di rumah, lingkungan, alam dan bahkan kebijakan di pemerintahan dapat menjadi penyebab pemanasan global.

Sepanjang tahun 2015 Dunia dihebohkan dengan kebakaran hutan yang terjadi dibeberapa tempat di pulau Sumatra dan Kalimantan. Musibah yang menjadi headline berita di media-media internasional ini terjadi dalam durasi waktu yang cukup panjang dan memberi efek yang sangat negatif bukan hanya bagi penduduk Sumatra dan Kalimantan saja, tapi dirasakan akibatnya di beberapa negara dunia.
Menurut Pusat Data dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), luas area kebakaran huan dan lahan (karhutla) yang terjadi tahun 2015 sudah setara dengan 32 kali wilayah Provinsi DKI Jakarta atau empat kali Pulau Bali. Pernyataan tersebut didasarkan pada data Terra Modis per 20 Oktober lalu. Total hutan dan lahan yang terbakar sudah sebesar 2.089.911 hektare. Luas area tersebut sebenarnya belum setara dengan sebaran karhutla tahun 1997. Meski demikian, karhutla tahun ini lebih parah dibandingkan bencana 18 tahun silam tersebut. Hingga 20 Oktober, BNPB mencatat lahan gambut yang terbakar paling banyak terjadi di Kalimantan dengan luas 267.974 hektare. Provinsi Kalimantan Tengah menyumbang besaran lahan gambut terbakar terbanyak dengan 196.987 hektare. Kebakaran gambut itu paling banyak terjadi Kabupaten Seruyan dan Kotawaringin Timur. Menyusul Kalimantan, Sumatra berada di posisi kedua sebagai pulau yang lahan gambutnya paling banyak terbakar, yaitu 267.974 hektare. Lahan gambut yang dilahap api di Sumatra Selatan mencapai 144.410 hektare. Kabupaten Ogan Komering Ilir memiliki titik api terbanyak di wilayah tersebut. Tidak hanya terjadi di Kalimantan dan Sumatra, kebakaran gambut juga terjadi di Papua, yakni seluas 31.214 hektare. Provinsi Merauke, Mappi, dan Boven Digul menyumbang titik api terbanyak di Papua. Menurut data BNPB, karhutla tahun 2015 sebenarnya tidak didominasi lahan gambut. Lahan non-gambut yang terbakar hingga 20 Oktober lalu telah mencapai 1.471.337 hektare.

Habis El Nino (kemarau panjang), terbitlah La Nina (curah hujan tinggi) melanda belahan dunia. Tamu tak diundang itu selalu hadir di kala umat manusia lengah. Awal tahun 2016 ini, beberapa musibah banjir terjadi di pulau Jawa. Kemarau panjang pergi dan berganti curah hujan tinggi yang sering menyebabkan terjadinya banjir. Persoalan banjir juga bagi beberapa kota besar merupakan masalah yang sulit dipecahkan. Hal ini menjadi sulit karena banyak prinsip-prinsip pelestarian lingkungan alam diabaikan. Sebenarnya persoalan banjir dapat diminimalisir dengan perencanaan kota yang baik dalam hal ini oleh pemerintah. Kalo boleh saya memberi contoh kota Jakarta yang kita kenal sebagai kota Banjir dan menjadi langganan setiap musim penghujan datang, hari ini fenomena itu mulai bisa dihilangkan perlahan-lahan. Kebijakan pemerintah untuk melakukan normalisasi sungai-sungai (mengembalikan ke kondisi sebagaimana mestinya) yang selama ini telah disalahgunakan sebagai pemukiman yang kumuh, terbukti efektif meminimalisir banjir. Pembangunan taman-taman kota (ruang terbuka hijau) sebagai daerah resapan air juga terbukti manjur untuk mengikis fenomena banjir yang seolah-olah telah menjadi cirikhas kota Jakarta tahun-tahun sebelumnya. Beberapa kota yang memiliki sejarah banjir dimasa lalu seharusnya sudah melakukan upaya-upaya yang ril untuk pencegahan. Seperti contoh kota Manado yang saya amati belum melakukan tindakan-tindakan preventif yang saya maksudkan diatas.
Lestari Bumi Tanggung Jawab Bersama

Jumat 22 April 2016, telah diadakan Pertemuan Nasional Lingkungan Hidup (PNLH) XII Walhi Nasional di Pelembang Sumatra Selatan, dalam rangka memperingati hari bumi. Semoga kegiatan seperti ini akan selalu melahirkan kesadaran masyarakat Indonesia untuk kembali mamaknai tujuan dari lahirnya hari bumi yang saya tulis kembali “Kita sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang di percaya untuk mengelola bumi, agar selalu menjaga keseimbangan bumi, tidak merusak, demi tatanan kehidupan seluruh makhluk yang ada di bumi ini”. Kita telah menikmati keindahan-keindahan yang telah disediakan oleh alam. Seharusnya kita bersyukur kepada Tuhan yang Maha Esa karena telah menciptakan alam semesta yang memiliki banyak manfaat. Tetapi keserakahan manusia telah mengakibatkan kerusakan yang besar pada bumi ini. Misalnya timbulnya polusi udara, berkurangnya air bersih, kerusakan pada lapisan ozon, dan masih banyak lagi. Sekarang adalah saatnya kita berpikir dan bertindak untuk mengatasi kerusakan-kerusakan yang terlanjur terjadi. Perlu kita ketahui bahwa menyelamatkan bumi adalah tanggung jawab semua manusia yang ada di bumi. Kita harus bekerja keras dan berusaha memberikan cinta dan kepedulian kepada bumi kita ini. Belajar dari data dan analisa diatas, dapat disimpulkan bahwa seluruh elemen masyarakat memiliki peranan penting dalam hal menjaga kelestarian bumi yang kita pijak dan tinggali. Semua elemen harus saling bersinergi demi bumi yang lestari.